1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
IklimAustralia

Australia Akan Bangun 'Taman Surya Terbesar' di Dunia

21 Agustus 2024

Australia memberi lampu hijau bagi pembangunan taman surya raksasa yang kelak mengekspor listrik hingga ke Singapura. Namun proyek milik miliarder Australia Mike Cannon-Brookes itu harus pula disetujui Indonesia.

https://p.dw.com/p/4jjBI
Taman surya di New South Wales, Australia.
Taman surya di New South Wales, Australia.Foto: Australian Renewable Energy Agency/Handout/epa/dpa/picture alliance

Proyek raksasa yang digaungkan sebagai "kompleks panel surya terbesar di dunia," itu mendapat restu Menteri Lingkungan Hidup Tanya Plibersek pada Rabu (21/8), dan dianggarkan bakal menelan biaya senilai USD24 miliar atau Rp372 triliun.

Dengan mengantongi izin lingkungan, perusahaan SunCable milik miliarder Australia Mike Cannon-Brookes akan bisa memulai pembangunan pembangkit di utara negeri. Kelak, SunCable mengklaim akan bisa menyuplai listrik untuk tiga juta rumah tangga.

Proyek tersebut mencakup serangkaian panel surya, baterai raksasa, dan kabel bawah laut sepanjang 800 kilometer yang dibentangkan hingga ke ujung utara perairan Australia. Kabel tersebut disiapkan untuk mengekspor listrik berkelanjutan ke Singapura.

"Ini akan menjadi kawasan pembangkit listrik tenaga surya terbesar di dunia, dan mengukuhkan Australia sebagai pemimpin dunia dalam energi hijau," kata Menteri Lingkungan Plibersek.

PLTS Danau Volta Produksi Listrik Berkelanjutan

Ekspansi ke Asia Tenggara

Diharapkan, proyek seluas 12.000 hektar itu akan mulai memproduksi listrik hijau  sebanyak empat gigawatt per jam untuk konsumsi domestik pada tahun 2030. Dua gigawatt lagi nantinya akan dikirim ke Singapura yang memasok sekitar 15 persen kebutuhan nasional.

Adapun baterai yang disiapkan akan mampu menampung kapasitas sebesar 40 gigawatt.

Direktur pelaksana SunCable, Cameron Garnsworthy mengatakan izin dari Kementerian Lingkungan di Canberra merupakan "momen penting dalam perkembangan proyek".

Meski demikian, perusahaan masih harus mengurus sejumlah izin tambahan, termasuk bekerja sama dengan otoritas pasar energi Singapura, pemerintah Indonesia, dan masyarakat Pribumi Australia.

"SunCable sekarang akan memfokuskan upayanya pada tahap perencanaan berikutnya untuk memajukan proyek menuju keputusan investasi akhir yang ditargetkan pada tahun 2027," kata Garnsworthy.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Ambisi Australia sebagai raksasa listrik hijau global

Australia saat ini merupakan salah satu pengekspor batu bara dan gas terbesar di dunia. Namun begitu, benua di tepi Antartika itu juga mulai dilanda dampak perubahan iklim, berupa gelombang panas, bencana banjir dan kebakaran hutan.

Warga Australia sejatinya termasuk pengadopsi panel surya rumah tangga paling antusias di dunia. Tapi keengganan pemerintahan di masa lalu dalam merangkul energi terbarukan memperlambat proses transformasi.

Pada tahun 2022, energi terbarukan menghasilkan 32 persen dari total pembangkitan listrik Australia, dibandingkan dengan batu bara, yang menyumbang 47 persen, menurut data pemerintah terbaru.

Kepala eksekutif Climate Council Amanda McKenzie mengatakan, proyek tenaga surya teranyar merupakan langkah berani dalam menjadikan Australia sebagai "pusat energi bersih." Menurutnya, proyek hijau bernilai penting dalam "menyediakan energi yang terjangkau dan memangkas polusi iklim".

"Dengan ditutupnya pembangkit listrik tenaga batu bara di masa mendatang, Australia perlu mempercepat produksi tenaga surya dan menambah kapasitas penyimpanan di setiap tingkatan," katanya.

Proyek ini juga akan menjadi langkah signifikan bagi Cannon-Brookes, yang telah memperluas portofolionya dari perusahaan perangkat lunak Atlassian, ke bidang energi terbarukan, termasuk menjadi pemegang saham terbaru di AGL Energy.

rzn/hp (ap, afp)