1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Konflik

Atlet Karate Afganistan Khawatir Karir Perempuan Berakhir

20 Agustus 2021

Juara karate Afghanistan Meena Asadi lari dari Afganistan 2011 karena kekerasan dan tiba di Indonesia. Sekarang dia khawatir tentang nasib para atlit perempuan di negaranya.

https://p.dw.com/p/3zCaT
Meena Asadi di studio karatenya di Cisarua
Meena Asadi di studio karatenya di CisaruaFoto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS

"Saya merasa sangat suram. Saya kehilangan harapan dan orang-orang di negara saya juga kehilangan harapan mereka," kata Meena Asadi kepada kantor Reuters di sebuah studio di Cisarua, sebuah kota di selatan Jakarta, di mana dia mengajar karate kepada para pengungsi dari Afganistan. Seperti dia, para pengungsi pernah berharap untuk bisa kembali ke negaranya. Tapi harapan itu makin jauh.

Meena Asadi meninggalkan Afganistan ketika dia berusia 12 tahun dan pergi ke Pakistan, di mana dia memulai pelatihan karate dan kemudian mewakili Afganistan di South Asian Games 2010.

Dia kembali ke Kabul pada tahun 2011 dan membuka studio olahraga. Tetapi dia terpaksa melarikan diri untuk kedua kalinya karena kekerasan dan ancaman dan akhirnya tiba di Indonesia bersama suaminya. Mereka sekarang punya anak perempuan berusia satu tahun.

Meena Asadi
Meena Asadi merebut medali perak dalam Kejuaraan Karate Asia Selatan 2012Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS

Kemajuan yang dicapai perempuan akan sirna?

Ketika Taliban memerintah Afganistan dari tahun 1996 hingga 2001, pemahaman mereka tentang Syariat Islam sangat ketat dan brutal. Perempuan tidak boleh bekerja dan anak perempuan dilarang bersekolah. Perempuan harus menutupi seluruh wajah dan tubuh mereka, dan tidak bisa ke luar rumah sendirian, selalu harus ditemani kerabat laki-laki.

Dengan kembalinya Taliban di Kabul sekarang, Meena cemas semua kemajuan yang didapat kaum perempuan di negara dalam tahun-tahun terakhir akan hilang. "Semua prestasi dan nilai-nilai akan dihancurkan, dan ini akan menjadi momen kelam bagi masyarakat, terutama bagi kaum perempuan dan anak perempuan,” kata atlet perempuan berusia 28 tahun itu.

Atlet taekwondo perempuan Zakia Khudadadi tadinya akan menjadi atlet perempuan pertama Afganistan yang tampil di Paralympic Games di Tokyo minggu depan. Namun rencana itu hancur berantakan setelah terjadi kekacauan di Kabul.

Skeptisisme besar

"Semuanya akan berakhir bagi perempuan," kata Meena, yang merupakan satu-satunya atlet perempuan yang mewakili Afghanistan di Kejuaraan Karate Asia Selatan 2012, di mana dia memenangkan dua medali perak.

Para pemimpin Taliban minggu ini mencoba meyakinkan warganya dan masyarakat internasional bahwa anak perempuan dan perempuan akan memiliki hak atas pendidikan dan pekerjaan, tetapi Meena tetap skeptis.

"Mereka adalah kaum ekstremis, dan mereka tidak percaya pada hak asasi manusia atau hak perempuan," katanya. Sudah ada laporan bahwa beberapa perempuan dicegah masuk ke tempat kerjanya ketika Taliban mengambil alih kekuasaan.

"Mereka tidak akan pernah berubah ... mereka adalah Taliban yang sama," kata Meena Asadi.

hp/vlz (rtr)