1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikInggris

Perbudakan: Church of England Perlu Investasi 10 Kali Lipat

6 Maret 2024

Kelompok penasihat mendesak Church of England investasikan dana sepuluh kali lipat untuk atasi dampak perbudakan. Gereja siapkan dana tersebut setelah akui pihaknya telah berinvestasi dalam perdagangan budak Afrika.

https://p.dw.com/p/4dDBn
Gereja Katedral St. Paul's, Inggris
Gereja telah menjanjikan 100 juta poundsterling untuk atas perbudakanFoto: David Herraez Calzada/Zoonar/picture alliance

Sebuah kelompok pengawas independen pada hari Senin (04/03) mengatakan bahwa Church of England harus menggandakan dana untuk memperbaiki hubungan sejarahnya terkait perbudakan.

Para ahli memberikan saran kepada gereja dan menyerukan agar dana tersebut digandakan sepuluh kali lipat, mencapai 1 miliar poundsterling (sekitar Rp20 triliun).

Church of England adalah pemimpin komunitas gereja-gereja anglikan global, dengan total sekitar 85 juta anggota di seluruh dunia.

Church of England didesak meningkatkan dana anti perbudakan
Uskup Anglikan Rosemarie Mallet berharap lembaga Inggris lainnya akan mengikuti jejak merekaFoto: Rich Barr/dpa/picture alliance

Dana yang dijanjikan oleh Gereja Inggris untuk atasi masalah perbudakan

Komisioner Gereja, sebuah badan yang mengelola dana dan aset Church of England, mengatakan pihaknya pada Januari 2023 secara penuh mendukung komunitas yang terkena dampak perbudakan itu, dengan menginvestasikan 100 juta poundsterling (sekitar Rp1,9 triliun) untuk periode sembilan tahun.

Para pemimpin gereja membuat janji tersebut setelah menyadari bahwa gereja telah didanai dengan investasi di perusahaan South Sea, sebuah perusahaan abad ke-18 yang terlibat dalam perdagangan budak lintas Atlantik.

Pada hari Senin (04/03), para ahli yang membentuk Kelompok Pengawas independen menyimpulkan bahwa dana 100 juta poundsterling "tidaklah cukup" untuk "keadilan, reparasi, dan pemulihan nyata", serta menyerukan agar anggaran itu justru digandakan menjadi 1 miliar poundsterling (sekitar Rp20 triliun). Kelompok independen ini juga menyerukan agar waktu investasi dapat lebih dipercepat.

Kelompok ini mengatakan bahwa dana tersebut dapat digunakan untuk berinvestasi dalam bisnis yang dipimpin oleh ras kulit berwarna dan memberikan dana tersebut untuk mengatasi masalah-masalah di masyarakat yang terkena dampak perbudakan.

Pada tahun 1833, Kerajaan Inggris telah menghapuskan perbudakan dan memberikan kompensasi kepada pemilik budak di Hindia Barat Inggris senilai 20 miliar poundsterling (sekitar Rp400 triliun).

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Gereja: Dana saat ini 'sudah sesuai'

Komisaris Gereja mengatakan bahwa jumlah dana yang telah dijanjikan adalah "komitmen pendanaan yang sesuai", seraya mengisyaratkan adanya "ambisi" untuk menambahkan anggaran tersebut.

"Harapan kami adalah bahwa pihak-pihak lain akan bergabung dengan kami dan berinvestasi bersama kami dan melalui investasi bersama, sehingga dana investasi akan terus berkembang dari hasil investasi," kata Gareth Mostyn, kepala eksekutif dan sekretaris Komisaris Gereja.

"Kami berharap dana ini akan berkembang menjadi satu miliar atau lebih dan menciptakan warisan positif yang berkelanjutan," tambahnya.

Para pejabat Gereja mengatakan pihaknya akan mendukung lembaga-lembaga lainnya untuk berusaha memperbaiki hubungan mereka terhadap perbudakan.

"Kami menyadari bahwa Church of England tertanam kuat di dalam inti lembaga-lembaga negara ini," kata Uskup Croydon Rosemarie Mallett.

"Kami menyadari bahwa tanggung jawab yang telah kami ambil dengan sengaja ini adalah melakukan apa yang dapat kami lakukan, dan saya berharap bahwa dengan melakukan apa yang dapat kami lakukan ini, orang lain akan melihat kami sebagai sebuah contoh," ungkapnya lebih lanjut.

Tahun lalu, Raja Charles III juga telah mengumumkan dukungannya terhadap penelitian tentang hubungan sejarah kerajaan Inggris dengan perbudakan.

kp/hp (AFP, Reuters, AP)