1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

ASEAN Harus Lebih Tegas Hadapi Myanmar

14 Agustus 2009

Uni Eropa memberlakukan sanksi baru terhadap Myanmar. Tapi rejim militer di sana sejak dulu tidak peduli dengan sanksi. ASEAN sekarang diharap mampu berbuat lebih banyak.

https://p.dw.com/p/JBcp

Harian Austria der Standard berpendapat, negara-negara ASEAN harus bertindak lebih tegas. Harian ini menulis:

Sanksi baru yang diberlakukan Uni Eropa adalah langkah penting, tapi bukan hal yang menentukan dalam menghadapi para jendral dan pendukung-pendukungnya. Baik Amerika Serikat maupun pemerintahan Uni Eropa tidak bisa mempengaruhi kebijakan rejim ini. Itu sudah terlihat selama bertahun-tahun sejak pembatalan pemilu parlemen tahun 1990. ASEAN bisa berpengaruh. Setelah vonis terhadap Suu Kyi, rasa frustasi di kalangan anggota ASEAN cukup besar, sehingga beberapa negara mulai mengubah politiknya. Prinsip politik Asia dengan sikap selalu saling menghormati dan saling tidak mencampuri urusan dalam negeri kelihatannya sudah berakhir. Beberapa negara tetangga Myanmar sekarang merasa terkecoh, karena usulan kompromi mereka tidak diindahkan. Yaitu bahwa Suu Kyi dijatuhi hukuman namun tetap diijinkan ikut serta dalam pemilu tahun depan. Myanmar boleh jadi punya mitra politik yang kuat, terutama Cina. Namun tanpa tetangga-tetangganya, kehidupan para jendral akan jadi sulit.

Harian Perancis Liberation menyoroti situasi di Afghanistan. Harian ini dalam tajuknya menulis:

Perang di Afghanistan sudah gagal. Amerika dan sekutunya lebih memperhatikan sasaran militer daripada penghormatan pada rakyat Afghanistan, yang akhirnya melihat luar negeri sebagai musuh. Pasukan barat hanya membawa instabilitas dan ketakutan di kalangan warga sipil. Barat secara politis bersandar pada Hamid Karsai, presiden tanpa prestasi baik, dianggap korup, dan melancarkan kampanye pemilu yang meragukan demi terpilih kembali. Bantuan miliaran yang mengalir ke Afghanistan membuat kalangan pengikutnya jadi kaya, sementara warga biasa harus bertahan hidup tanpa jalan beraspal, tanpa sekolah dan tanpa sistem kesehatan yang sederhana sekalipun.

Tema lain yang jadi sorotan pers adalah tanda-tanda bangkitnya perekonomian di Jerman dan Perancis, walaupun masih dalam taraf yang sangat lemah.

Harian Perancis Le Monde menulis:

Kembalinya pertumbuhan ekonomi, sekalipun masih sangat lemah, merupakan pemberi semangat bagi mereka yang ingin percaya, bahwa situasi terburuk sudah dilalui. Memang ada tanda-tanda positif. Bursa mulai stabil, bank-bank melaporkan indikator positif selama paruh pertama tahun ini, dan harga-harga turun. Tapi sama sekali tidak berarti bahwa krisis sudah berakhir. Ada dua tantangan besar yang harus dihadapi: ancaman meluasnya pengangguran dan utang negara yang makin besar. Di Perancis saja, defisit anggaran sudah mencapai 80 miliar Euro dan pada akhir tahun bisa mencapai 130 miliar Euro.

Harian Spanyol El Periodico de Catalunya yang terbit di Barcelona berkomentar:

Tanpa diharapkan sebelumnya, angka pertumbuhan ekonomi di Jerman dan Perancis ternyata menunjukkan tanda-tanda pulihnya perekonomian di Eropa. Ini perkembangan penting, sebab dua negara ini merupakan ekonomi terbesar dan ketiga terbesar di Uni Eropa. Agar pertumbuhan ekonomi bisa bertahan, ada dua syarat yang harus dipenuhi: neraca bank-bank harus segera dibersihkan, dan pemusnahan lapangan kerja harus segera dihentikan. Namun Uni Eropa akan melihat perkembangan yang tidak simetris. Beberapa negara seperti Hungaria, negara-negara Baltik dan Bulgaria ada di tepi jurang kebangkrutan. Sedangkan perkembangan di Italia, Inggris dan Spanyol juga masih belum pasti.

HP/EK/dpa/afp