1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikKepulauan Solomon

AS Kuatkan Poros Melawan Cina di Asia Pasifik

2 Februari 2023

Amerika Serikat menggiatkan ikhtiar diplomasi untuk meredam pengaruh Cina di Asia Pasifik. Selain membuka kembali kedutaan besar di Kepulauan Solomon, Washington juga akan menambah kekuatan militer di Filipina.

https://p.dw.com/p/4N0rL
Armada AS di Laut Cina Selatan
Armada Pasifik Angkatan Laut Amerika Serikat di Laut Cina SelatanFoto: Mc2 Samantha Jetzer/U.S. Navy/Planet Pix/ZUMA Wire/IMAGO

Sejatinya bukan duta besar, melainkan seorang kuasa usaha yang ditugaskan memimpin perwakilan Amerika Serikat di ibu kota Kepulauan Solomon, Honiara. Sepasang staf Kementerian Luar negeri dan sejumlah pegawai lokal ikut melengkapi anggota kedutaan.

Pembukaan kembali kedutaan besar di Honiara adalah langkah teranyar AS untuk meredam manuver politik Cina, yang sebelumnya sudah lebih dulu menyepakati perjanjian keamanan dengan Kep. Solomon. 

Kedutaan AS ditutup pada 1993 setelah hanya beroperasi selama lima tahun di negara Pasifik itu, sebagai bagian dari pengetatan anggaran diplomasi usai Perang Dingin. 

"Pembukaan kedutaan adalah upaya kami untuk tidak hanya menempatkan lebih banyak diplomat di seluruh kawasan ini, tapi juga untuk menggiatkan kerja sama dengan jiran kami di Pasifik, menghubungkan sumber daya di AS dengan kebutuhan di lapangan, serta menguatkan relasi antarbangsa,” kata Menlu Antony Blinken dalam keterangan pers, Kamis (2/2).

Pendekatan Washington di selatan Pasifik semakin intensif, seiring perubahan sikap di sejumlah negara. Perdana menteri Fiji yang baru, Sitiveni Rabuka, misalnya berjanji akan mengkaji ulang kerja sama kepolisian dengan Cina. 

Adapun, Kepulauan Solomon berpaling kesetiaan dari Taiwan ke Cina pada 2019. Sejak itu, Honiara menyepakati ragam perjanjian kerja sama dengan Beijing, antara lain untuk urusan keamanan. 

Persaingan militer di Laut Cina Selatan

Pada saat yang sama, Washington juga bersepakat dengan pemerintah Filipina untuk menambah jumlah pasukan di negeri kepulauan tersebut. 

Perjanjian yang digalang oleh Menteri Pertahanan Lloyd Austin itu sekaligus menandakan perubahan pada kebijakan luar negeri Filipina. Presiden sebelumnya, Rodrigo Duterte, banyak berselisih dengan Washington dan sebaliknya mendekat ke Cina. Haluan itu kini diubah oleh Presiden Ferdinand Marcos Jr.

"Presiden Marcos Jr. menyetujui pembangunan empat pangkalan baru yang menambah jumlah pangkalan militer gabungan antarnegara menjadi sembilan,” kata Austin dalam konferensi pers bersama Menteri Pertahanan Filipina, Carlito Galvez, di Manila, Kamis (2/2).

Perdamaian semakin rapuh seiring ekspansi militer Cina di di Laut Cina Selatan dan agresi di Selat Taiwan. Beijing tidak cuma membangun pangkalan militer di sejumlah pulau di Kepulauan Paracel dan Spratly yang dekat dengan Filipina, tapi juga rajin mengirimkan kapal patroli ke Zona Ekonomi Eksklusif milik negara lain di kawasan.

Kepada kantor berita AFP, seorang pejabat Filipina membocorkan rencana pembangunan pangkalan militer kesepuluh untuk pasukan AS.

Perhatian ke Taiwan

Sementara itu di Taiwan, Presiden Tsai Ing-wen menerima kunjungan bekas Kepala Komando Indo-Pasifik di militer AS, Phil Davidson, di ibu kota Taipei. Dia termasuk anggota delegasi yang dikirimkan Biro Nasional untuk Studi Asia di Washington. 

Kunjungan Davidson mengikuti serangkaian kunjungan lain pejabat atau analis keamanan AS ke Taiwan. Mereka di sana untuk membahas isu pertahanan. Presiden Tsai antara lain berterima kasih kepada Davidson atas perannya "menjaga stabiltas di Selat Taiwan.” 

Saat masih menjabat, dia termasuk petinggi militer yang paling lantang menyuarakan ancaman Cina. "Taiwan jelas sudah menjadi ambisi mereka sejak lama, dan saya kira invasi akan termanifestasikan dalam dekade ini, bahkan dalam enam tahun ke depan,” kata dia kepada Komite Angkatan Darat di Senat pada 2021 lalu.

Davidson mengklarifikasikan pandangan tersebut kepada media Jepang, Japan Times, sebelum bertolak ke Taiwan. "Dalam pandangan saya, akan ada skenario lain yang lebih realistis ketimbang invasi besar-besaran. Salah satunya adalah ancaman terhadap pulau-pulau terluar, dan saya kira hal ini adalah ancaman keamanan yang besar bagi Taiwan,” pungkas dia.

rzn/as (ap,afp)