1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikNiger

AS dan Jerman Bertahan di Niger Usai Hengkangnya Prancis

26 September 2023

Jerman dan Amerika Serikat tidak merasa perlu untuk keluar dari Niger menyusul langkah Prancis menarik mundur serdadunya. Junta militer di ibu kota Niamey diyakini hanya membidik negeri bekas penjajah tersebut.

https://p.dw.com/p/4Woib
Pasukan Prancis di Niger
Pasukan Prancis di NigerFoto: Dominique Faget/AFP

Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, dan rekan sejawatnya asal Jerman, Boris Pistorius, memastikan bahwa penarikan mundur pasukan Prancis tidak berpengaruh terhadap keberadaan pasukan asing lain di Niger.

"Kami terus memantau situasi keamanannya, tapi memang belum ada kebutuhan untuk mengambil tindakan,” kata Pistorius dalam lawatannya di ibukota Lativa; Riga. "Bukan saatnya untuk membuat keputusan secara tergesa-gesa,” imbuhnya.

Penarikan mundur militer Prancis diumumkan Presiden Emmanuel Macron, Minggu (24/9). Menhan AS Lloyd Austin mengatakan, Washington akan "mengkaji” langkah-langkah ke depan sembari melanjutkan diplomasi dengan junta mililter Niger.

"Walaupun kami mendukung penuh langkah diplomatik, kami akan mengevaluasi semua langkah di masa depan untuk memprioritaskan sasaran diplomatik dan keamanan kami,” lanjutnya, dalam kunjungan di Kenya, Afrika Timur, Senin (25/9).

Niger: Sanctions, insecurity hamper aid efforts — UN

Prancis dalam bidikan junta

Dari sekitar 2.700 serdadu asing yang berada di Niamey, sekitar 1.500 di antaranya berasal dari Prancis. Adapun, AS mengirimkan 1.100 serdadu dan Jerman menempatkan 100 personalnya.

Hingga terjadinya kudeta sebulan silam, Niger masih dianggap sebagai sekutu terpercaya oleh Barat di kawasan Sahel. Kondisi tersebut berubah seiring gelombang kudeta yang juga melanda negara-negara jiran seperti Mali dan Burkina Faso.

Namun begitu, junta di Niger sejauh ini lebih banyak mempermasalahkan keberadaan militer Prancis dan berulangkali meminta Paris menarik mundur pasukannya, beserta perwakilan diplomatiknya di Niamey.

Presiden Macron memastikan, proses evakuasi akan dikoordinasikan dengan otoritas baru di Niamey. Dia juga menegaskan betapa Prancis ingin agar proses penarikan mundur berjalan damai.

Junta militer buru-buru menyambut keputusan tersebut sebagai "langkah baru menuju kedaulatan Niger,” dan betapa "kekuatan imperialis tidak lagi disambut di dalam wilayah teritorial kami.”

Burkina Faso, Mali and Niger sign defense pact

Bertahan demi Sahel

Mantan kepala misi militer Prancis di PBB, Dominique Triand, mengatakan kepada DW, Paris ingin menunggu untuk melihat bagaimana friksi antarfaksi di tubuh militer Niger akan berkembang.

Meski demikian, Prancis sudah menyerah dan meyakini kerja sama dengan Niger "tidak lagi dimungkinkan,” kata dia.

"Saya tidak melihat adanya campur tangan Cina. Tapi Rusia saat ini banyak berkecimpung di Republik Afrika Tengah, di Mali dan mungkin di Burkina Faso,” imbuhnya.

Menurut anggota parlemen Jerman, Christoph Schmid, penarikan mundur militer Prancis akan "berdampak serius terhadap keberadaan pasukan asing lain, karena Prancis selama ini merupakan mitra terpenting negara-negara di kawasan,” kata dia.

"Dan operasi kita (Bundeswehr –red.) bergantung pada keberadaan militer Prancis di sana.” Sebabnya, dia meyakini penarikan mundur Prancis "tentunya akan menciptakan konsekuensi bagi Jerman,” meski bukan untuk jangka waktu pendek.

Menurut Schmid, sikap junta militer Niger untuk tidak mengusik keberadaan pasukan asing lain merupakan sinyal baik. "Saya kira penting bagi dunia untuk tetap punya kaki di kawasan Sahel. Kita harus mengkaji ulang peran Eropa tanpa Prancis. Dan ini harus dilakukan dalam beberapa bulan ke depan," ungkasnya.

rzn/as (rtr,dw,afp)