1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apakah Vietnam Sedang Ingkari Komitmen Iklimnya?

David Hutt
13 Juni 2023

Pemerintah Vietnam berambisi memangkas semua emisi gas rumah kaca pada tahun 2050. Namun pegiat yang mendesak reformasi lebih cepat justru dikriminalisasi dan dipenjara.

https://p.dw.com/p/4SU4C
Ho-Chi-Minh, Vietnam
Suasana di Ho-Chi-Minh, VietnamFoto: Bodo Marks/dpa/picture alliance

Dakwaan terhadap lima aktivis lingkungan terkemuka di Vietnam dengan tuduhan penggelapan pajak, diyakini banyak kalangan sebagai rekayasa oleh pemerintah. 

Perkara itu memicu pertanyaan tentang seberapa besar komitmen pemerintahan di negara komunis tersebut untuk mencapai status nol emisi karbon pada tahun 2050.

Organisasi hak asasi manusia mendesak Uni Eropa (UE) dan donor internasional untuk menghentikan pendanaan sebesar 15 miliar dolar AS untuk membantu transisi hijau di Vietnam, hingga pemerintah membebaskan para aktivis lingkungan yang dipenjara dan memperbaiki catatan HAM di dalam negeri

Akhir Mei silam, pegiat lingkungan Vietnam, Hoang Thi Minh Hong ditahan bersama suaminya atas tuduhan penggelapan pajak. Sementaara itu, empat aktivis lingkungan terkemuka lainnya - Mai Phan Loi, Dang Dinh Bach, Bach Hung Duong, dan Nguy Thi Khanh – sudah lebih dulu mendekam di penjara atas dakwaan serupa selama dua tahun terakhir.

Kejanggalan dakwaan pemerintah mendorong seorang narapidana, Dang Dinh Bach, mengancam bakal mogok makan "sampai mati" mulai tanggal 9 Juni mendatang. Dia menuntut agar segera dibebaskan tanpa syarat.

Catatan beragam atas perlindungan lingkungan 

Pada tahun 2021, dalam konferensi perubahan iklim COP26 di Glasgow, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh telah berjanji betapa negaranya akan mencapai emisi karbon nol pada tahun 2050.

Produksi listrik Vietnam yang dihasilkan oleh tenaga surya meningkat dari nol pada tahun 2017 menjadi hampir 11% pada tahun 2021. Tahun lalu, media The Economist menjuluki Vietnam sebagai "titik terang dalam peta yang gelap gulita" dalam transisi menuju energi bersih di Asia Tenggara.

Meski begitu, catatan perlindungan lingkungan di negara itu masih dipenuhi noktah. Saat ini, lebih dari 50% energinya bergantung pada batu bara. Pakar meyakini, Vietnam terlalu lambat dalam mereformasi infrastruktur energi, yang merupakan prasyarat untuk transisi hijau yang berkelanjutan.

Para pegiat hak asasi manusia meyakini para aktivis lingkungan dipenjara karena mereka mengkritik lambatnya kemajuan perlindungan iklim yang dilakukan pemerintah.

Serangan terhadap para pengungkap kebenaran?

Ben Swanton, salah satu direktur The 88 Project yang mengumpulkan data tentang hak asasi manusia di Vietnam, mengatakan bahwa terdapat "bukti yang jelas" bahwa kasus yang menimpa kelima aktivis lingkungan ini "didorong oleh motiif politik dan dirancang untuk mengkriminalisasi pegiat iklim dengan menggunakan tuduhan penggelapan pajak yang keliru."

Swanton menjelaskan, para aktivis lingkungan tersebut telah mengubah organisasi nirlaba mereka menjadi koalisi advokasi yang kuat, yang membuat mereka berkonflik dengan pemerintah. "Para aktivis ini menemukan cara untuk mengorganisir diri di dalam sistem untuk membentuk kebijakan negara. Itu adalah jembatan yang terlalu jauh bagi Partai Komunis," katanya.

Banyak dari mereka yang dipenjara dalam beberapa tahun terakhir merupakan bagian dari Aliansi Energi Berkelanjutan Vietnam, sebuah koalisi advokasi dari beberapa LSM yang dipaksa berhenti beroperasi tahun lalu.

Di masa lalu, Partai Komunis membubarkan setiap usaha para aktivis untuk membentuk aliansi yang tersentralisasi dan terstruktur secara hirarkis. Blok 8406 dan Persaudaraan untuk Demokrasi, dua aliansi prodemokrasi, dibubarkan pemerintah, hanya beberapa bulan setelah didirikan. Pemerintah dinilai ingin agar para aktivis untuk tetap terkotak-kotak dan dengan demikian tidak terlalu mengancam. 

Transisi hijau yang tertunda?

Dalam sebuah laporan panjang tahun lalu, Bank Dunia mencatat bahwa Vietnam "merupakan salah satu negara yang paling rentan di dunia terhadap perubahan iklim." Sebagian besar wilayahnya terancam naiknya permukaan air laut, sementara negara ini bergantung pada aliran air dari Sungai Mekong.

Delta Mekong, yang merupakan lumbung padi Vietnam terancam oleh perubahan iklim. Vietnam mencatat suhu tertinggi yang pernah ada, lebih dari 44 derajat Celsius, pada bulan Mei lalu.

Tanpa adaptasi yang tepat, Bank Dunia memperkirakan bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan kerugian sekitar 15% dari Produk Domestik Brutto (PDB) per tahun pada tahun 2050 dan menjerumuskan hingga satu juta orang ke jurang kemiskinan ekstrem pada tahun 2030. 

Gvantsa Gverdtsiteli, seorang peneliti di Universitas Roskilde Denmark, mengatakan sulit untuk mengetahui apakah Partai Komunis memiliki "keinginan yang tulus" untuk mencapai dekarbonisasi ekonomi. 

"Apa yang dapat kita amati dengan lebih pasti adalah bahwa [Partai Komunis] semakin tertarik untuk mencitrakan diri sebagai partai yang lebih sadar lingkungan," tutur Gverdtsiteli.

Menanti tekanan dari Barat

Desember lalu, Uni Eropa, Inggris dan Amerika Serikat, berkomitmen untuk menyediakan dana sebesar 15,5 miliar dolar AS untuk membantu Vietnam mengurangi jejak karbonnya.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuntut Uni Eropa agar menunda pemberian dana sampai pemerintah Vietnam berhenti memenjarakan para aktivis lingkungan dan memperbaiki catatan hak asasi manusianya.

Mereka meminta agar UE harus mengatakan kepada  pemerintahan di Hanoi "dengan tegas bahwa sumber-sumber keuangan tersebut tidak akan tersedia sampai para aktivis lingkungan yang dipenjara dibebaskan tanpa syarat," tandas Wakil Direktur Human Rights Watch untuk wilayah Asia Phil Robertson kepada DW. rzn/yf