1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Anggota Legislatif Iran Tuntut Hukuman Mati Tokoh Oposisi

15 Februari 2011

Aksi protes menentang rezim yang berkuasa di dunia Arab juga sampai ke Iran. Dengan gas air mata polisi hari Senin (14/02) membubarkan aksi protes oposisi. Anggota legislatif tuntut hukuman mati bagi tokoh oposisi.

https://p.dw.com/p/R1JD
Aksi protes di Teheran, Senin (14/02)Foto: AP

Menyusul demonstrasi solidaritas dari kubu oposisi di Iran bagi rakyat Tunisia dan Mesir hari Senin (14/02), anggota parlemen Iran menuntut hukuman mati bagi para pemimpin oposisi. Menurut keterangan kantor berita pemerintah, Irna hari Selasa (15/02), para anggota legislatif meneriakkan tuntutan hukuman mati bagi tokoh oposisi Mousavi, Karrubi dan Khatami.

Hari Senin lalu (14/02) puluhan ribu pendukung oposisi turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi ilegal di Teheran. Aksi unjuk rasa juga digelar di Isfahan, Shiraz, Mashad dan Tabriz. Tampaknya aksi tersebut membuat kaget penguasa di Teheran. Ketua parlemen, Ali Larijani menyatakan bahwa sebuah komisi akan memeriksa "jalannya kerusuhan" tersebut. Bersamaan dengan itu Larijani mengungkapkan: "Amerika Serikat berdiri di belakang gerakan paralel ini. Aksi itu anti Islam dan melawan kepentingan nasional. Meskipun aksi tersebut mengaku mendukung rakyat Tunisia dan Mesir, tetapi pada kenyataannya sebaliknya. Ini adalah aksi tipu muslihat melawan keinginan rakyat negara-negara itu dan pendukungnya melalui Republik Islam."

Iran Sane Zhaleh
Sane Zhaleh, mahasiswa yang tewas pada aksi protes (14/02) menentang pemerintah IranFoto: Kaleme

Dukung oposisi di negara Arab, tetapi larang demonstrasi di negeri sendiri

Oposisi Iran yang dipimpin oleh bekas Perdana Menteri Mir Hussein Mousavi dan mantan ketua parlemen Mahdi Karrubi hari Senin (14/02) menyerukan warga melakukan demonstrasi untuk menyatakan solidaritas. Melalui demonstrasi itu kubu oposisi ingin menunjukkan bahwa penguasa Iran memang mendukung oposisi di negara-negara Arab, namun tidak mentolerir aksi unjuk rasa di negerinya sendiri. Kepolisian telah melarang aksi unjuk rasa di Teheran dan lima kota lain.

Wakil Kepala Polisi Iran, Ahmad-Reza Radan menerangkan, seorang tewas dalam demonstrasi hari Senin itu dan sembilan aparat keamanan cedera. Penguasa Iran menuding oposisi dari Mujahidin Rakyat Iran, tentara bayaran AS, Inggris dan Israel yang bertanggung jawab atas kerusuhan itu. Sejumlah demonstran kemudian ditangkap.

Di sebuah situs internet oposisi dilaporkan, seorang demonstran perempuan menderita luka tembak. Namun tidak diketahui dengan jelas, apakah tembakan itu dari polisi. Karena pers asing dilarang meliput demonstrasi di Iran secara langsung, informasi-informasi disebarkan melalui internet dan saksi mata. Dan laporan itu tidak dapat diperiksa kebenarannya.

Iran Tehran Proteste
Foto: AP

Di Gedung Putih hari Selasa (15/02), Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mengatakan pada sebuah jumpa pers bahwa demonstrasi secara damai seperti di Mesir, seharusnya diijinkan di Iran. Selanjutnya Obama mengutarakan, rezim Iran menyambut baik jatuhnya pemerintah Hosni Mubarak, tetapi bersamaan dengan itu menggunakan kekerasan terhadap warga Iran yang mencoba mengungkapkan keinginannya secara damai.

Lavrov: Jangan terlalu campuri urusan internal Timur Tengah

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergej Lavrov memperingatkan dunia barat untuk tidak terlalu mencampuri urusan internal di Timur Tengah dan memaksakan "sebuah bentuk demokrasi tertentu". Seruan untuk melakukan revolusi di negara seperti Iran atau Bahrain adalah kontra produktif dan akan menimbulkan kemunduran, ujar Lavrov seusai pertemuan dengan Menlu Inggris William Hague di London.

Sedangkan Hague menegaskan, masyarakat internasional harus meningkatkan tekanan secara damai dan berdasarkan hukum, terhadap Iran. Ia menyatakan dukungan Inggris atas hak untuk berdemonstrasi secara bebas.

Selanjutnya Lavrov menuding AS dan Eropa telah meningkatkan sanksi terhadap Iran dan program atomnya tanpa persetujuan internasional. Ia menambahkan, Rusia tidak akan mendukung kebijakan yang menimbulkan masalah "sosial" bagi warga Iran.

Christa Saloh/dpa/ape/Ed. Marjory Linardy