1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Anda Sibuk Borong Barang Ketika Panik? Ini Alasannya

Conor Dillon
17 Maret 2020

Orang-orang di Jerman dan berbagai negara panik dan membeli tisu toilet, sabun, makanan kaleng, dan disinfektan secara berlebihan. Mengapa begitu banyak orang panik lantas memborong? DW bertanya pada psikolog Andrew Yap.

https://p.dw.com/p/3ZYNM
USA Los Angeles virus corona
Foto: Getty Images/AFP/M. Ralston

Belakangan, media massa dan media sosial dipenuhi berita terkait aksi belanja berlebihan, baik di luar negeri maupun di Indonesia. Apa yang mendorong orang yang panik memutuskan untuk memborong segala macam barang dari toko-toko? Adakah penjelasan psikologis di balik perilaku ini? DW berbincang dengan psikolog yang menganalisis perilaku sekelompok masyarakat yaitu Andrew Yap dari Sekolah Bisnis INSEAD di Singapura. 

Deutsche Welle: Mengapa orang panik lalu memborong barang?

Andrew Yap: Virus corona adalah musuh yang tidak terlihat. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa kita lihat. Dan, ketika Anda tidak dapat melihat musuh Anda, yang terjadi adalah Anda kehilangan rasa dan kemampuan untuk memegang kendali. Ketika Anda kehilangan ini, Anda mencoba dan melakukan berbagai cara untuk kembali bisa memegang kendali. Membeli hal-hal tertentu adalah salah satu cara untuk melakukan itu.

Jika sekarang saya pergi ke supermarket dan membeli sesuatu, apakah itu berarti saya tidak terlalu takut dengan virus corona?

Apa yang kami temukan dalam penelitian kami adalah bahwa, jika Anda merasa kehilangan kontrol, Anda mulai membeli sesuatu untuk membantu memecahkan masalah yang pertama kali membuat Anda merasa kehilangan kontrol.

Jadi dengan kata lain, jika Anda merasa cemas, jika Anda takut virus, Anda mulai membeli barang-barang yang berpotensi mencegah Anda terkena virus, atau menemukan cara yang bisa membuat rumah Anda jadi lebih bersih.

Yang akhirnya dilakukan orang-orang adalah mereka membeli masker, membeli pembersih tangan, membeli deterjen untuk membersihkan rumah dan kantor mereka, dan sebagainya.

Jadi tidak masalah apakah langkah ini efektif. Jika saya membeli sesuatu, saya hanya merasa lebih baik, saya merasa lebih aman.

Begitulah.

Anda tadi menyebutkan riset. Studi ilmiah seperti apa yang telah dilakukan terkait reaksi orang dalam ketakutan dan kepanikan?

Jadi, sekitar tiga atau empat tahun lalu kami mempelajari apa yang terjadi ketika orang mengalami stres dan kecemasan. Dan kami menyadari bahwa elemen mendasar yang belum diteliti orang adalah perasaan memegang kendali ini, atau perasaan bahwa mereka telah kehilangan kendali. Jadi kami menjalankan sejumlah percobaan di supermarket dan laboratorium.

Yang kemudian kami temukan adalah bahwa ketika orang merasa hilang kendali, mereka akan membeli produk fungsional dalam jumlah lebih banyak. Produk ini membantu mereka memecahkan masalah. Terutama produk yang membantu mereka mengembalikan kontrol lagi.

Jika kontrol begitu penting bagi orang-orang, terutama dalam suasana penuh ketakutan, bagaimana Anda membantu pembaca kami memulihkan perasaan memegang kendali itu?

Pertama, Anda perlu mendapatkan informasi. Anda perlu terdidik dan memahami apa yang terjadi. Termasuk informasi tentang virus, bagaimana virus menyebabkan Anda terinfeksi, cara Anda dapat terinfeksi, bagaimana Anda mengobati infeksi virus ini.

Tetapi saya juga meminta Anda untuk tidak menghabiskan banyak waktu di media sosial, karena media sosial adalah ruang gema. Salah satu alasan Anda melihat banyak pembeli panik adalah karena orang-orang melihat foto dan menonton video orang lain membeli tisu toilet, dan barang-barang habis terjual. Ini telah menyebabkan banyak kasus pembelian karena panik di seluruh dunia.

Kami tidak melihat perilaku yang sama ketika wabah SARS, yang merupakan infeksi virus serupa, pandemi yang serupa. Hanya ada sedikit kepanikan berbelanja pada saat itu, karena orang tidak memiliki ruang gema (sosial media di telepon genggam) tersedia di telapak tangan mereka.

 

Andrew Yap adalah asisten profesor di bidang penelitian Perilaku Organisasi di INSEAD Business School di Singapura.

(ae/rap)