1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiCina

Ambisi Ekonomi Cina Jadi Daya Tarik Besar bagi Arab Saudi

15 Juni 2023

Pada konferensi bisnis di Riyadh, Cina dan Arab Saudi mengumumkan kesepakatan investasi senilai $10 miliar (sekitar Rp148,68 triliun) di berbagai bidang. Washington mengkhawatirkan hubungan antar kedua negara tersebut.

https://p.dw.com/p/4SYA4
Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan al-Saud (kanan) dan Wakil Ketua Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Cina (CPPCC) Hu Chunhua menghadiri Konferensi Bisnis Arab-Cina ke-10 di Riyadh pada 11 Juni 2023
Arab Saudi dan Cina menyetujui kesepakatan bisnis senilai $10 miliarFoto: Fayez Nureldine/AFP/Getty Images

Tanda pergeseran keseimbangan kekuatan di Timur Tengah terlihat saat Konferensi Bisnis Arab Saudi-Cina ke-10 selama dua hari di Riyadh, tepatnya ketika Cina dan Arab Saudi mengumumkan kesepakatan investasi senilai $10 miliar (sekitar Rp148,68 triliun).

Kantor berita pemerintah Arab Saudi, SPA, mengatakan ada 30 perjanjian yang ditandatangani di berbagai sektor, termasuk teknologi, energi terbarukan, pertanian, real estat, pertambangan, pariwisata, dan perawatan kesehatan.

KTT bisnis tersebut digambarkan sebagai "pertemuan besar" dari sekitar 3.500 pemimpin bisnis, inovator, dan pembuat keputusan dari lebih dari 26 negara, termasuk delegasi terbesar dari Cina.

Hingga saat ini, Arab Saudi menjadi mitra utama Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah dan kesepakatan terbaru dengan Cina ini menjadi bukti semakin berkurangnya pengaruh AS di wilayah tersebut.

Kolaborasi baru tersebut muncul hanya tiga bulan setelah Cina membantu normalisasi hubungan antara Saudi dan Iran.

Kolaborasi kendaraan listrik

Lebih dari setengah dana investasi baru akan memungkinkan produsen electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik Cina, Human Horizons, membangun fasilitas produksi baru di Saudi.

"Kita tidak harus bersaing dengan Cina, kita harus bekerja sama dengan Cina," kata Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman kepada para delegasi, Minggu (11/06).

Dia mengecilkan kecurigaan Barat terhadap hubungan yang berkembang antara Beijing dan Riyadh, dengan mengatakan: "Saya benar-benar mengabaikannya karena ... sebagai pebisnis ... Anda akan pergi ke mana peluang datang."

Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman Al-Saud berbicara selama Konferensi Bisnis Arab-Cina ke-10 di Riyadh pada 11 Juni 2023
Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman Al-Saud mengatakan kerajaan ingin menghindari "permainan zero-sum"Foto: Ahmed Yosri/REUTERS

Beberapa hari sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengatakan kepada mitranya dari Saudi bahwa Washington tidak memaksa kerajaan untuk memihak atas ketegangan dengan Cina.

Para pemimpin Saudi mengatakan mereka ingin menghindari "permainan zero-sum", mengacu pada persaingan geopolitik antara AS dan Cina, yang menurut beberapa analis dapat dimanfaatkan kerajaan untuk keuntungannya.

"Pengaruh Cina memberi negara-negara Timur Tengah lebih banyak daya tawar dengan AS," kata Dawn C. Murphy, profesor strategi keamanan nasional di US National War College, kepada DW.

"Namun, saya tidak berpikir negara-negara ini memiliki harapan bahwa Cina akan memberikan jaminan keamanan yang sama seperti yang diberikan AS ... itu benar-benar kehadiran ekonomi dan politik."

Dari perdagangan energi hingga Visi 2030

Perdagangan antara kedua negara bernilai lebih dari $106 miliar pada tahun 2022, naik 30% dari tahun sebelumnya, menurut data pemerintah Saudi. Nilai tersebut sebanding dengan $55 miliar dalam perdagangan AS-Saudi.

Cina mengimpor setengah minyaknya dari Timur Tengah dan menjadi pelanggan minyak utama Arab Saudi dan Iran. Ketika Saudi berupaya mendiversifikasi ekonominya dari produksi energi melalui rencana Visi 2030, perusahaan Cina akan mendapat manfaat dari pemberian kontrak infrastruktur besar.

Sebuah perusahaan Cina juga telah membangun sistem Light Rail Transit (LRT) atau kereta api ringan di Mekkah, yang membantu ratusan ribu peziarah untuk berkeliling kota suci. Jalur kereta sepanjang 18 kilometer dengan sembilan stasiun tersebut adalah yang pertama dibangun oleh perusahaan Cina di Timur Tengah.

LRT Mekkah beroperasi pada musim haji pada 13 Juli 2022
Sistem Light Rail Transit (LRT) atau kereta api ringan di Mekkah dibangun oleh perusahaan CinaFoto: Han Xiaolin/CRCC/Xinhua News Agency/picture alliance

Di antara kesepakatan lain yang sedang dikerjakan, sebuah perusahaan konstruksi Cina memenangkan kontrak untuk membangun terowongan kereta api berkecepatan tinggi sepanjang 28 kilometer di Neom, sebuah megacity futuristik yang sedang dibangun di Laut Merah.

Detente Iran dan Saudi jadi titik balik

Pada Maret lalu, Cina menunjukkan pengaruhnya yang semakin besar di Timur Tengah ketika menjadi perantara normalisasi hubungan antara Saudi dan Iran, tujuh tahun setelah keduanya memutuskan hubungan.

Berakhirnya permusuhan juga mengarah pada pemulihan hubungan antara Saudi dan Suriah, yang dikritik Amerika.

Yang lebih "mempermalukan" AS, pemimpin Palestina Mahmoud Abbas saat ini berada di Beijing setelah Cina menyatakan kesiapannya untuk membantu memfasilitasi pembicaraan perdamaian yang telah lama terhenti antara Israel dan Palestina.

Sementara hubungan AS dan Saudi memburuk sejak pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018. Kondisinya menjadi lebih buruk setelah Presiden AS Joe Biden menjabat pada awal 2021 dan merilis penilaian intelijen AS bahwa putra mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MbS) menyetujui pembunuhan Khashoggi, yang kemudian dibantahnya.

(ha/hp)

Nik Martin Penulis berita aktual dan berita bisnis, kerap menjadi reporter radio saat bepergian keliling Eropa.