1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aktivis Cyber Perjuangkan HAM di Timur Tengah

17 Juli 2009

Kebebasan berbicra yang terbatas tidak menghentikan Esra'a Al Shafei untuk membela hak asasi kaum minoritas. Internet menjadi andalannya.

https://p.dw.com/p/IrgG
Internet yang tidak disensor ketat menjadi wadah berbagi pendapat di Timur TengahFoto: PA/dpa

Seperti yang terjadi beberapa tahun lalu di Indonesia, di berbagai negara di Timur Tengah kebebasan berpendapat merupakan sesuatu yang langka. Media massa masih diawasi dan disensor dengan ketat oleh pemerintah. Misalnya koran, majalah atau televisi. Bukan itu saja, keterbatasan ini juga datang dari masyarakat sekitar. Banyak orang yang hidup dalam ketakutan karena mereka tidak dapat membicarakan tentang isu-isu politik, sosial dan agama secara terbuka. Namun begitu anak-anak muda disana tidak mau diam begitu saja, mereka tetap berusaha mendobrak tabu ini dan berjuang untuk mendapatkan kebebasan berbicara. Dalam situasi seperti ini, internet adalah satu-satunya sarana yang dapat dipakai untuk mengemukakan pendapat dengan bebas.

Esra'a El Shafei adalah seorang perempuan berumur 22 tahun yang berasal dari Bahrain. Setiap harinya ia duduk berjam-jam di depan komputer, kadang sampai 16 jam tanpa istirahat. Esra'a adalah seorang aktivis cyber. Dengan situsnya dan berbagai proyek di internet, Esra'a memberikan sebuah wadah berbicara bagi anak muda di Timur Tengah. Disana anak muda dari berbagai negara bertemu dan bertukar pendapat mengenai segala macam tema, dari hak asasi di Iran sampai tema kebiasaan makan orang Israel dan tema yang lebih ringan seperti pengaruh Michael Jackson di Timur Tengah. Esra'a menceritakan awal dari proyek ini:

“Menurut saya internet adalah sebuah alat yang hebat. Tetapi menurut pengamatan saya, yang terjadi di dunia internet sama saja dengan apa yang terjadi di dunia nyata. Orang tetap tinggal di kelompoknya masing-masing. Ada orang Kurdi di satu tempat dan ada orang Israel di satu tempat. Mereka membentuk kelompok sesuai dengan kebangsaannya atau agamanya.“

Jadi menurut Esra'a ada banyak forum di internet, tetapi orang tidak saling berkomunikasi. Esra'a melanjutkan:

“Menurut saya ini tidak akan membuat perubahan. Jadi saya membuat situs Mideastyouth, untuk mempersatukan orang-orang ini dalam sebuah wadah yang menghargai pendapat semua orang dan membiarkan semua orang dari berbagai kelompok untuk mengekspresikan pendapatnya dalan cara yang sopan.“

Memang negara-negara di Timur Tengah mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, baik dari sisi politik, budaya sampai agama. Banyak konflik yang terjadi di wilayah tersebut juga muncul karena perbedaan ini. Juga karena salah pengertian akibat tidak berdialog. Kebiasaan saling berkominikasi ini masih harus dipupuk. Situs Esra'a, www.mideastyouth.com, merupakan sebuah forum pendapat bagi anak muda, terlepas dari kebangsaannya, agama atau pun kelompok etnis. Ada sekitar 200 penulis tetap dari 24 negara dan mewakili 8 agama. Mereka semua mempunyai latar belakang dan pendapat yang berbeda-beda. Ada orang Iran yang konservatif dan kaum homoseksual dari Suriah. Tapi ada juga orang Kristen dari Irak, orang Kurdi dan orang Baha'i dari Iran. Esra'a menjelaskan konsep proyeknya lebih lanjut.

“Mereka ini adalah orang-orang dari kelompok minoritas. Mereka tidak pernah diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Sekarang mereka dapat melakukan hal itu di sebuah forum yang juga digunakan oleh kaum mayoritas, yaitu kaum Muslim Arab. Jadi kaum mayoritas pun dapat melihat apa yang dialami oleh kaum minoritas dan dapat tahu tentang latar belakang, sejarah, kepercayaan dan nilai-nilai moral mereka.“

Dalam forum ini orang tidak hanya mengeluarkan pendapatnya dengan menulis, tetapi juga melalui berbagai cara yang kreatif. Jadi dalam situs-situs yang dijalankan Esra'a kalian juga dapat menemukan berbagai macam video, komik atau film kartun. Esra'a mengatakan, hal ini juga ditujukan untuk menarik perhatian banyak anak muda dan mendapatkan dukungan mereka. Ini diperlukan untuk membela hak-hak kaum minoritas.

Menurut Esra'a perubahan dapat dilakukan oleh masyarakat yang bersatu, dimana kaum minoritas mempunyai hak yang sama dengan kaum mayoritas. Kaum diskriminasi terhadap kaum minoritas juga mempunyai imbas terhadap kaum mayoritas. Kembali Esra'a:

“Jadi proyek kami ingin membantu membangun masyarakat yang mempunyai masa depan yang dapat menguntungkan kita semua. Yang menarik untuk kita adalah, bagaimana kita dapat membangun masyarakat yang sangat kuat sehingga tidak dapat ditembus pemerintah“

Perempuan lulusan jurusan Politik dan Komunikasi ini membela banyak kaum minoritas dan orang-orang tertindas dengan proyek-proyeknya. Namun begitu bukan berarti Esra'a selalu setuju dengan kepercayaan atau keyakinan mereka. Misalnya dalam proyek “Free Kareem“ atau „Bebaskan Kareem“. Ini merupakan proyek besar pertama Esra'a yang di mulai ketika ia masih kuliah. Dari kamar asramanya, Esra'a mengorganisir kampanye di 26 negara untuk membebaskan seorang penulis blog dari Mesir, dari Brazil sampai Amerika Serikat dan Inggris. Kareem dijebloskan ke penjara 3 tahun lalu karena tulisannya yang mngritik Islam dan presiden Mesir. Esra'a tidak sependapat dengan apa yang ditulis Kareem dalam blognya tetapi menurutnya orang harus dapat mengeluarkan pendapatnya dengan bebas.

“Waktu saya kecil, saya melihat banyak hal buruk yang dilakukan atas nama Islam. Waktu saya berumur 13-14 tahun, saya mulai menyangsikan tentang agama saya. Tentu tidak secara terang-terangan. Saya mulai berpikir, mungkin ini bukan agama yang cocok bagi saya atau mungkin agama itu memang sumber kejahatan. Tetapi ketika itu saya sadar, kesempatan untuk berpikir ini membuat saya menjadi seorang Muslim yang lebih kuat.“

Karena itu lah Esra'a berjuang untuk orang-orang seperti Karim, karena ia yakin jika mereka diberi kebebasan berpendapat dan berpikir dengan bebas tentang agamanya, mereka akan menjadi penganut agama yang lebih baik. Esra'a juga melanjutkan, dengan isiatifnya membela hak asasi manusia, ia juga ingin mengembalikan nama baik Islam yang sekarang ini dirusak oleh berbagai kejahatan yang mengatasnamakan agama.

Sejauh ini, kebebasan berpendapat masih merupakan sesuatu yang langka di Timur Tengah. Walaupun internet tidak diawasi seketat media massa lain, apa yang dilakukan Esra'a ini tetap berbahaya. Ada risiko ia ditangkap. Namun begitu Esra'a tidak mau meninggalkan negaranya. Menurutnya segala risiko harus ditanggung untuk memajukan kebebasan berpendapat di Timur Tengah. Esra'a siap berkorban.

Dalam beberapa tahun ini Esra'a mendapatkan sejumlah penghargaan dan juga pengakuan dari dunia internasional untuk proyek-proyeknya. Tahun ini ia berbicara di sejumlah universitas ternama di AS dan dalam sebuah pertemuan tingkat tinggi di Jenewa mengenai hak asasi manusia.


Anggatira
Editor: Dyan Kostermanns