1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aksi Protes Anti Cina Manfaatkan Pawai Obor Olimpiade

8 April 2008

Pawai obor Olimpiade hendaknya tidak hanya dijadikan sarana propaganda rezim penindas di Beijing, melainkan harus tetap diusung sebagai simbol yang sebenarnya dari kebebasan.

https://p.dw.com/p/DeDK
Demonstran yang memprotes penindasan di Tibet menghentikan pawai obor Olimpiade di ParisFoto: AP

Aksi protes di London dan Paris untuk mengganggu arak-arakan obor Olimpiade dikomentari dengan tajam harian-harian internasional.

Harian liberal Austria Der Standard yang terbit di Wina berkomentar:

Olimpiade Beijing tadinya hendak dijadikan kampanye akbar untuk menunjukkan Cina yang sedang meretas jalan menuju modernisasi. Namun propaganda itu mengalami kegagalan. Para demonstran masih punya waktu hingga obor itu tiba di Beijing tanggal 6 Agustus mendatang, untuk terus menggelar aksi protes yang efektif dan ditayangkan secara global. Sistem kekuasaan Cina yang berbasis perencanaan amat kaku dan pengawasan ketat, tidak mampu lagi menyimpulkan peristiwa yang sedang terjadi. Pimpinan di Beijing nyaris bertindak mekanis seperti robot dan menyalahkan komplotan Dalai Lama yang ada di belakang semua aksi protes global itu. Beijing tidak menyangka, obor Olimpiade menjadi jauh lebih menarik ketimbang pesta olahraganya itu sendiri.

Sementara harian liberal kiri Spanyol El Pais juga mengkaitkan aksi protes anti Cina dalam pawai obor Olimpiade dengan sikap Amerika Serikat yang tidak bersedia memboikot Olimpiade Beijing. Harian yang terbit di Madrid ini dalam tajuknya berkomentar:

Jumlah demonstran yang cukup besar mematahkan argumentasi pemerintah Cina yang mengatakan, aksi protes hanya digelar segelintir separatis Tibet. Olimpiade Bejing tidak dapat hanya dijadikan propaganda besar-besaran bagi sebuah Cina yang modern, melainkan juga harus dijadikan peluang untuk keterbukaan politik. Hanya sayangnya Beijing bergerak ke arah yang sebaliknya. Juga AS, yang diharapkan memainkan peranan kunci, hanya membungkam ketika ditantang untuk memboikot Olimpiade Bejing. Bagi Washington, pertimbangan hubungan ekonomi dengan Beijing kini menjadi prioritas.

Juga harian Italia Corriere della Sera yang terbit di Milan menulis komentar senada.

Presiden AS George W. Bush menunjukan sikap pragmatis terhadap Cina. Bush tidak hanya menolak boikot Olimpiade, ia juga bahkan menegaskan akan hadir dalam upacara pembukaan di Beijing. Kini Bush ternyata bisa dan mau diperas. Setelah menerima Dalai Lama, kini Bush mencoba manuver yang riskan, yakni tersenyum kepada Beijing ketimbang melontarkan ancaman. Tapi pimpinan Cina juga mengetahui, Bush bisa membatalkan kunjungan ke Beijing pada detik terakhir, dan Dalai Lama tetap satu-satunya mitra bicara Bush dalam masalah Tibet.

Dan harian konservatif Prancis Le Figaro yang terbit di Paris mengomentari aksi protes anti Cina memanfaatkan momentum pawai obor Olimpiade.

Dalam era globalisasi informasi, Cina tetap tidak terbuka bagi dunia. Semua disensor. Yang lebih buruk lagi, rezim di Beijing memanfaatkan gebyar Olimpiade untuk semakin memperketat jeratannya. Bukan hanya rakyat Tibet yang menderita. Juga jutaan warga Cina sendiri yang terus ditakut-takuti, dan dicekoki faham nasionalisme sempit sebagai penangkal pengaruh buruk dari luar. Cina tetap menegaskan, para demonstran adalah orang liar dan brutal, yang tidak bermoral dan anti persaudaraan dalam olahraga. Tapi pesan ini bergaung ke luar sebagai kebalikannya.