1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Dunia Akan Hadapi Krisis Ekonomi Terburuk

15 April 2020

Dalam perkiraaan ekonomi terbaru, IMF pangkas pertumbuhan ekonomi dan katakan bahwa dunia mungkin hadapi krisis terburuk sejak zaman malaise atau Depresi Besar di tahun 1930-an.

https://p.dw.com/p/3aufY
Foto simbol krisis ekonomi
Foto: Fotolia/Dan Race

Dana Moneter Internasional, IMF, merilis Outlook Ekonomi Dunia musim semi pada Selasa (14/04) di tengah menyusutnya sebagian besar aktivitas ekonomi dunia akibat wabah corona.

Pemerintah berbagai negara telah menutup sebagian besar ekonomi nasional mereka dalam upaya mengekang perluasan pandemi.

Dalam laporannya, IMF memangkas perkiraan pertumbuhan global sebesar 3,3 persen untuk tahun ini, karena lockdown atau penguncian telah menyebabkan kegiatan ekonomi nyaris macet total. "Kami mengantisipasi kejatuhan ekonomi terburuk sejak Depresi Besar," ujar Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva.

Sementara Gita Gopinath, penasihat ekonomi IMF mengatakan “sangat mungkin bahwa tahun ini ekonomi global akan mengalami resesi terburuk sejak Depresi Besar, melampaui yang terlihat selama krisis keuangan global satu dekade lalu. Great Lockdown, demikian orang menyebutnya, diproyeksikan akan menyusutkan pertumbuhan global secara dramatis,” ujar Gopinath.

Lebih lanjut, Gopinath mengatakan bahwa kemungkinan pemulihan parsial dapat diproyeksikan untuk tahun 2021, namun ia mengatakan bahwa masih ada ketidakpastian yang cukup besar tentang seberapa kuat ekonomi akan kembali pulih. 

Apa itu Depresi Besar?

Depresi Besar, Great Depression atau biasa juga disebut zaman malaise adalah depresi ekonomi sedunia yang berlangsung selama sekitar 10 tahun. Kejadian ini dimulai dengan kejatuhan pasar saham di Amerika Serikat pada 24 Oktober 1929. Selama empat hari berikutnya, harga saham anjlok sebesar 22 persen. 

Depresi Besar memengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Pada puncaknya di tahun 1933, angka pengangguran di Amerika Serikat meningkat dari 3 persen menjadi 25 persen. Mereka yang masih memiliki pekerjaan pun terpaksa dipotong gajinya.

Fokus kepada Eropa

Laporan IMF yang baru saja dirilis ini menyatakan bahwa performa ekonomi di 19 negara anggota zona euro diperkirakan ambruk sebesar 7,5 persen pada tahun 2020. Inggris, yang baru saja meninggalkan Uni Eropa pada Januari, diperkirakan akan mengalami kontraksi ekonomi sebesar 6,5 persen. IMF menyimpulkan bahwa kawasan Eropa secara keseluruhan kemungkinan besar akan melihat kinerja terburuk di dunia.

Namun, di tengah kabar mendung ini, laporan IMF masih mengirimkan sinyal optimisme dan mengatakan bahwa jika COVID-19 bisa terkendali pada paruh kedua tahun ini dan ekonomi di seluruh dunia dapat mulai beroperasi lagi, diperkirakan akan ada rebound sebesar 5,8 persen pada tahun 2021. Namun pesan itu datang dengan peringatan bahwa adanya kesulitan dalam membuat perkiraan yang akurat di tengah situasi yang berubah dengan cepat.

“Ada ketidakpastian ekstrem seputar perkiraan pertumbuhan global. Dampak ekonomi tergantung pada faktor-faktor yang berinteraksi dengan cara-cara yang sulit diprediksi, termasuk jalur pandemi, intensitas dan kemanjuran upaya penahanan, tingkat gangguan pasokan, dampak pengetatan yang dramatis dalam kondisi pasar keuangan global, pergeseran pola pengeluaran, perubahan perilaku (seperti orang menghindari mal dan transportasi umum), efek kepercayaan, dan harga komoditas yang fluktuatif,” tulis IMF dalam laporannya.

Lembaga itu juga menuliskan bahwa keadaan ekonomi yang lebih buruk juga mungkin akan terjadi bila langkah-langkah untuk menahan laju pandemi, seperti karantina dan penguncian berlangsung lebih lama, atau jika negara-negara berkembang sangat terpuruk akibat wabah ini.

Penghapusan utang bagi sebagian sektor

Sebelum merilis Outlook Ekonomi Dunia, IMF berjanji untuk segera memberikan keringanan utang kepada 25 negara anggota yang lebih miskin di bawah program Cain Containment and Relief Trust, CCRT.

Kristalina Georgieva dari IMF mencatat bahwa CCRT memiliki dana sekitar 500 juta dolar AS dan menambahkan bahwa gelombangpertama hibah telah disetujui untuk membantu negara-negara yang terkena virus corona guna menutupi kewajiban pembayaran hutang mereka selama enam bulan awal. 

"Program ini memberikan hibah kepada anggota termiskin dan paling rentan dan akan membantu mereka menyalurkan lebih banyak sumber daya keuangan mereka yang terbatas ke arah upaya darurat medis dan upaya pertolongan lainnya," kata direktur pelaksana. 

ae/yf (AFP, Reuters, dpa, imf, the balance)