Air Bersih Untuk Dunia
22 Maret 2010Kalau melihat permukaan bumi yang sebagian besar tertutupi oleh air, seakan-akan sumber air di dunia ini sangat melimpah ruah. Pada kenyataannya 97,5 % air di bumi adalah air laut dan air payau yang tidak dapat diminum. Sisanya 2,5% adalah air tawar. Dari sisa 2,5% tersebut yang merupakan sumber air yang dapat dipakai manusia hanyalah 0.003% saja, karena sebagian besar air tawar di bumi tersimpan dalam bentuk es dan gletser atau endapan salju. Cadangan air bersih terbagi secara tidak merata di permukaan bumi.
Dalam rangka Hari Air Sedunia, organisasi Palang Merah dan Bulan Sabit Internasional, IRFC menerangkan, sekitar 880 juta orang di dunia tidak memiliki akses untuk air bersih. Sementara 2,7 milyar orang tidak memiliki fasilitas sanitasi yang layak. Bagi hampir sepertiga dari penduduk dunia, tidak tersedia air bersih secara mencukupi. Target Pembangunan Milenium PBB (UN Millenium Development Goal) yang ditetapkan tahun 2000, antara lain menyatakan bahwa sampai tahun 2015 PBB dengan 192 negara anggotanya sepakat untuk mengurangi jumlah penduduk di dunia yang tidak punya akses untuk air bersih dan fasilitas dasar sanitasi yang layak sampai separuhnya. IFRC menuntut dilaksanakannya lebih banyak kegiatan-kegiatan untuk menunjang pengadaan air bersih, sanitasi dan kebersihan masyarakat dunia.
Meskipun air pada dasarnya memiliki siklus pembaharuan alami, sayangnya banyak daerah-daerah yang tidak dapat lagi menyimpan air dengan jumlah dan kualitas yang mencukupi. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan akan air bersih dan menurunnya cadangan air. Meningkatnya kebutuhan akan air bersih di seluruh dunia tak lepas dari pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya standard hidup. Sementara pencemaran lingkungan dan perubahan iklim ikut menyebabkan menurunnya cadangan air bersih bumi.
Memang hanya ada beberapa daerah yang menderita kekurangan air secara kronis. Di antaranya adalah daerah Sahel Afrika yang meliputi daerah Sahara di utara sampai savanna di Selatan, Timur Tengah, dan sebagian wilayah Asia. Kekurangan air bersih yang disebabkan oleh faktor ekonomi banyak terjadi di negara-negara berkembang. Mereka kekurangan dana untuk membangun infrastruktur dan sistem teknologi distribusi air yang beik. Jadi cadangan air yang tersedia tidak dapat digunakan secara efisien.
Menurut Palang Merah dan Bulan Sabit Internasional, perubahan iklim dunia serta lajunya urbanisasi dan migrasi yang tidak terencana telah membawa dampak yang buruk bagi masyarakat miskin. Padahal akses air bersih, sanitasi dan pendidikan kesehatan seharusnya merupakan hak asasi manusia, tanpa memandang kaya atau miskinnya. IFRC mencatat bahwa sekitar 50% kapasitas kamar rumah sakit di negara berkembang dipenuhi oleh orang yang sakit karena kurangnya air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak.
Pada beberapa daerah di dunia, kekurangan air bahkan menjadi penyebab konflik. Di Asia Tengah misalnya, menurunnya kesehatan akibat buruknya kualitas air telah menyebabkan kerusuhan sosial. Di daerah Kenya Utara dan Darfur terjadi bentrok antara para petani dan kaum nomaden akibat perebutan sumber air.
Untuk mengatur masalah air antar negara, PBB telah mengeluarkan konvensi internasional untuk penggunaan sumber air mengalir dan air cadangan lintas perbatasan negara, termasuk air tanah. "The Convention on the Law of Non-Navigational Uses of International Watercourses" ini masih dalam tahap ratifikasi. Konflik yang disebabkan oleh perebutan penggunaan sumber air terjadi antara Pakistan dan India tahun 1960. Konflik tersebut terselesaikan dengan damai, dengan dikeluarkannya Konvensi Indus yang mengatur penggunaan sungai Indus dan anak sungainya di perbatasan Pakistan dan India.
Bersamaan dengan peringatan hari air sedunia tanggal 22 Maret, IFRC meminta kepada dunia untuk ikut serta dalam program "Global Water and Sanitation Initiative", yang bertujuan untuk mencapai 7 juta orang di dunia dengan program-program dasar penyediaan air bersih dan fasilitas sanitasi sebelum tahun 2015. Peringatan Hari Air Sedunia tahun ini, mengambil tema khusus mengenai kualitas air.
Munge Setiana
Editor: Hendra Pasuhuk