1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

111208 griechenland lage

11 Desember 2008

Situasi di Yunani mereda. Saatnya kini mengumpulkan kepingan-kepingan dan menjawab pertanyaan: bagaimana sampai terjadi kerusuhan?

https://p.dw.com/p/GDil
Biro perjalanan di Athena yang ikut menjadi korban kerusuhan.Foto: AP

Jalan untuk pejalan kaki di Exarchia, bagian kota Athena, dimana Sabtu lalu Alexis tewas, kembali tenang. Ada onggokan bunga, dekat dinding rumah yang ditempeli potongan kertas dan surat bagi remaja 15 tahun yang mati ditembus peluru polisi itu.

Kebanyakan berisi pesan, "Selamat jalan, kami akan selalu mengenangmu." Ada juga yang menulis, "Alexis, jaga selalu kepolosan sikapmu. Kami akan menjadi tua, tapi engkau tetap belia."

Di sekelilingya berdiri belasan orang, diam dan menunjukkan kehati-hatian. "Kita seharusnya malu," desah seorang pria tua.

Ia menambahkan, "Sekarang, harus ada tindakan. Masak anak 15 tahun dibunuh tanpa alasan? Penyebabnya banyak, pengangguran, kemiskinan. Jangan hanya melihat di permukaan, coba tengok lebih dalam, kemiskinan, ketidakadilan, anak-anak lulus dari universitas dan toh tidak dapat pekerjaan."

Kerusuhan Cuma Fenomena

Tiga meter dari tempat itu terlihat pasangan muda. Mereka tampaknya juga sedang merenung. Ketika ditanya, bagaimana ia menilai situasi saat ini, yang pria menjawab singkat, "Ada yang tidak beres. Polisi, pemerintah, seluruh jajaran politik. Yang ada di pikiran mereka cuma uang."

Perempuan pasangannya berkomentar lebih panjang. Dia pun menginginkan perubahan di Yunani. Tapi dia tidak percaya bahwa kekerasan adalah cara yang tepat. Dengan hati-hati ia menggambarkan situasi para demonstran dalam hari-hari terakhir.

"Mereka memilih jalan kekerasan, mereka bertahan untuk terus melawan. Faktanya ada anak muda yang dibunuh, tapi dibalik itu ada politik. Fenomena ini yang belum sepenuhnya dianalisa. Kita harus ingat bahwa kekerasan itu tidak muncul begitu saja, tapi ada latar belakangnya. Inilah yang harus dianalisa“, kata perempuan itu.

Perempuan itu sendiri menganalisanya dengan jelas. Kedua partai terbesar, Demokrasi Baru yang konservatif dan PASOK yang sosialis, kehilangan kepercayaan masyarakat. Lebih dari seperempat abad kedua partai itu berbagi kekuasaan, pos-pos penting di pemerintahan dan uang.

Lalu, apa ada alternatif lain?

Ia menjawab, "Saya pikir ada dan kita harus mulai mencarinya. Masalahnya, kita tidak kunjung mencari alternatif itu. Para politisi tidak menginginkan alternatif karena mereka tidak mau ada perubahan."

Lingkaran Setan

Sejauh ini tidak ada wakil partai politik di parlemen yang mengusulkan jalan untuk keluar dari krisis. Baik kedua partai besar, maupun tiga lainnya yang lebih kecil. Dan bahwa PM berjanji memberi bantuan finansial pada pemilik toko yang mengalami kerugian akibat kerusuhan, sekalipun kas negara kosong, itu bukan solusi baru.

Tidak heran jika seorang pria yang ikut menyimak pembicaraan, melontarkan pandangan pesimis.

"Saya yakin, jika situasinya sudah reda, kami akan mengenang masa-masa ini dengan perasaan takut. Pada akhirnya kami akan memilih yang memiliki keburukan paling sedikit, karena memang tidak ada alternatif lain, dan lingkaran setan akan menutup lagi. Kami semua akan merasa bahagia, tanpa menarik kesimpulan yang tepat dari apa yang telah terjadi." (rp)