1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Fatwa Kontroversial IS Tentang Budak Sex

30 Desember 2015

Islamic State-ISIS terbukti keluarkan fatwa yang mengatur rinci hubungan sex dengan budak. Selain itu juga ada fatwa pengambilan organ tubuh dari tawanan.

https://p.dw.com/p/1HW4n
Symbolbild Kindersoldaten IS
Foto: picture-alliance/ZUMA Press/Medyan Dairieh

Fatwa kontroversial Islamic State, ISIS itu terungkap dari dokumen yang berhasil disita pasukan khusus Amerika Serikat dalam operasi militer di Suriah bulan Mei silam, yang menewaskan pentolan IS, Abu Sayyaf. Dalam fatwa nomor 64 bertanggal 29 Januari 2015 dirinci apa yang boleh dan apa yang dilarang serta bagaimana aturan berhubungan seksual dengan budak perempuan yang berhasil ditawan atau dibeli.

Kantor berita Reuters dan media online Huffington Post melaporkan dokumen rahasia yang sebelumnya tidak dipublikasikan itu. Misalnya dalam fatwa itu diatur, majikan pemilik budak perempuan, tidak boleh berhubungan seksual sekaligus dengan ibu dan anak perempuan budak. Juga ayah dan anak lelaki pemilik budak perempuan dilarang berhubungan seksual dengan budak perempuan yang sama. Selain itu dalam fatwa ISIS diatur praktek jual beli budak perempuan.

Islamic State dilaporkan secara sistematis menangkap ribuan perempuan dari kaum minoritas Yazidi di utara Irak. Beberapa diantaranya adalah anak perempuan yang berusia 12 tahun. Tangkapan ini kemudian dijadikan budak dan dihadiahkan kepada para “jihadis” yang dinilai berjasa. Eksploitasi seksual pada budak perempuan ini telah dilaporkan oleh berbagai lembaga pembela hak asasi, diantaranya Human Right Watch.

Fatwa ISIS tersebut membuktikan, bahwa kelompok teror yang menguasai sebagian besar wilayah di Suriah dan Irak membolehkan perbudakan dan perbudakan seks. Ulama para “jihadis“ itu juga terlihat berusaha membuat interpretasi baru ajaran kuno untuk melegalkan perbudakan seksual pada perempuan.

Picu kemarahan

Keberadaan fatwa yang diduga keras juga diterapkan oleh kelompok Islamic State itu memicu kemarahan banyak pihak. Bukan hanya PBB dan pembela hak asasi serta hak perempuan, para ulama Islam moderat juga geram dengan fatwa tersebut.

Professor Abdel Fattah Alawari dekan teologi Islam di Universitas Al Azhar Mesir mengatakan, Islamic State tidak menjalankan ajaran Islam. “ISIS memelintir ayat yang sebetulnya bermaksud menghilangkan perbudakan. Islam memujikan pembebasan budak, dan perbudakan dalam situasi status quo saat Islam diturunkan“, ujar ilmuwan Islam kenamaan ini.

Juga pada September 2014 lebih dari 120 ulama Muslim terkemuka dari seluruh dunia membuat surat terbuka kepada pemimpin IS, Abu Bakr al Baghdadi yang menegaskan, memberlakukan kembali perbudakan dilarang dalam Islam.

Pengambilan organ tubuh

Fatwa lain dari ISIS bernomor 68 dengan tanggal 31 Januari 2015 yang juga disita dalam operasi militer di Suriah, membolehkan pengambilan organ tubuh dari tawanan hidup. Pengambilan organ tubuh dari tawanan juga jika hal itu menyebabkan matinya orang bersangkutan “tidak dilarang” jika aksinya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan seorang umat Muslim lainnya.

Dalam fatwa disebutkan, memanen organ tubuh terutama diizinkan pada tawanan “kafir”. Yang dimasukan kategori ini, selain kaum Kristen juga kaum Syiah dan kaum Muslim Sunni yang tidak tunduk pada ajaran Islamic State.

Fatwa ini memicu kecemasan karena bisa diselewengkan untuk tujuan jual beli ilegak dan penyelundupan organ tubuh. Terutama kalangan pemerintahan Irak melihat adanya indikasi kuat kearah itu. “IS memanen organ tubuh tawanan untuk diperjualbelikan dan meraup keuntungan“, tuding pejabat Irak. Mayoritas negara Islam telah melarang parktek jual beli organ tubuh semacam itu.

as/ml(rtr,huffpost)