1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Konflik

Warga Rohingya Terjepit Dalam Konflik di Myanmar

1 September 2017

Pemerintah Myanmar mengorbankan warga minoritas Muslim di Rhakine demi mengakhiri pemberontakan militan Rohingya. Upaya rekonsiliasi dan perdamaian di negara asal Aung San Suu Kyi itu pun semakin jauh dari kenyataan.

https://p.dw.com/p/2jDem
Bildergalerie Myanmar Rohingya Flüchtlinge flüchten nach Bangladesch
Foto: Reuters/M. Ponir Hossain

Sepekan sejak bentrokan antara gerilyawan Rohingya dengan tentara Myanmar merebak di Rakhine, jumlah korban tewas terus bertambah. Laporan dari kelompok aktivis yang berada di lokasi konflik menyebut militer Myanmar telah melakukan pembataian di desa Chut Pyin, seperti dikutip dari The Guardian.

"Kami mendapat informasi bahwa tentara mengepung desa dan menyerang warga ketika mereka hendak melarikan diri," kata Chis Lewa, direktur Projek Arakan, kelompok advokasi yang didirikan bagi Rohingya. "Laporan dari lapangan menyebutnya sedikitnya 130 orang tewas, sebagian besar meninggal akibat tembakan senjata api. Angka ini berdasarkan jumlah jenazah yang dikuburkan."

PBB memprediksi sekitar 38.000 warga Rohingya mengungsi sejak bentrokan terjadi Jumat (25/08). Sebagian besar mendirikan tenda darurat di daerah perbatasan Myanmar dan Bangladesh.

Sebagian lagi ada yang nekat, menembus perbatasan dengan menaiki kapal kayu kecil. Korban tewas akibat kapal terbalik tercatat hingga puluhan orang, sebagian besar korban adalah anak-anak dan perempuan.

Segala cara ditempuh untuk meredam pemberontakan

Sejak konflik Rohingya kembali memanas, sikap pemerintahan Aung San Suu Kyi juga semakin tegas. Kemarahan pemerintah dipicu serangan ratusan gerilyawan Rohingya yang mengepung 20 pos perbatasan di Rakhine dan membunuh 12 tentara.Tentara Myanmar pun diturunkan untuk melakukan operasi pembersihan demi mengakhiri pemberontakan "ektrimis teroris", namun militer diinstruksikan untuk melindungi warga sipil.

Min Aung Hlaing, komandan pasukan militer Myanmar menyebut sasaran tentara Myanmar adalah militan Rohingya. Mulai dari tanggal 25-30 Agustus, militer telah melakukan 90 kali baku tembak besar-besaran dengan kelompok militan bernama Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) dan mengakibatkan 370 "pemberontak" Rohingya terbunuh dan 13 tentara, 2 pejabat pemerintah dan 14 warga sipil tewas. 

Lembaga internasional juga terkena imbas. Kantor penasihat pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi bahkan menuding para pekerja dari lembaga bantuan asing seperti PBB telah bekerja membantu "teroris”. Klaim yang menimbulkan rasa cemas hingga menyebabkan PBB menarik stafnya meninggalkan Myanmar. Reuters melaporkan sekitar 100 staf PBB telah meninggalkan kota Buthidaun pasca-klaim pemerintah yang dirilis lewat Facebook hari Minggu lalu (27/08).

Kyaw Zeya, sekretaris kementerian luar negeri Myanmar menegaskan akan menolak izin masuk bagi misi PBB pasca laporan yang menyebutkan militer Myanmar melakukan serangkaian pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan terhadap Muslim Rohingya.

Aung San Suu Kyi gagal lindungi Rohingya?

Harapan dunia sempat disematkan kepada Aung San Suu Kyi, simbol perlawanan terhadap rezim militer yang partainya berkuasa tahun 2015 lalu. Meskipun ia tidak berkuasa atas militer, Aung San Suu Kyi dikritik karena dianggap bergeming atas kasus yang menjadikan 1,1 juta warga Rohingya sebagai target kekerasan.

Pasca "operasi pembersihan" yang dilakukan militer, kantor penasihat pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi menegaskan bahwa ia mengutuk kelompok pemberontak yang dianggap "melemahkan upaya pemerintah untuk membangun perdamaian dan harmoni di negara bagian Rakhine." Aung San Suu Kyi tidak menanggapi alasan kaum pemberontak yang menyatakan serangan ditujukan untuk melindungi penduduk desa Rohingya dari "kekejaman yang intensif" yang dilakukan tentara Myanmar.

Pengungsi Rohingya Terjepit Dua Fron

Saat berkunjung ke Swedia awal Agustus lalu, Aung San Suu Kyi menuduh misi PBB yang dirilis Maret lalu atas kondisi di Myanmar  "mengakibatkan permusuhan yang lebih besar antara kelompok yang berbeda”. Mayoritas kelompok masyarakat di Rakhine adalah etnis Buddha Rakhine, yang menganggap warga Rohingya adalah imigran gelap dari Bangladesh.

ts/hp (ap, reuters,the guardian)