1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Parlemen Sahkan RUU Pornografi

Zaki Amrullah30 Oktober 2008

Setelah melalui proses sidang yang panjang, akhirnya Rancangan Undang-undang Pornografi disahkan parlemen. Keputusan diambil secara aklamasi setelah 8 fraksi menyetujui diundangkannya RUU tersebut.

https://p.dw.com/p/FkOH
Pengetatan sensor di Indonesia
Pengetatan sensor di IndonesiaFoto: AP

Rancangan Undang-undang Pornografi disahkan, tanpa persetujuan dua fraksi yaitu Partai Damai Sejahtera dan Fraksi PDI-P, yang memilih menyatakan walk out, dari sidang paripurna. Berikut Ketua Fraksi PDIP Tjahyo Kumolo dan Ketua Fraksi PDS Carlo Daniel:

“Ada hal hal yang sangat tidak cocok , dengan RUU ini sehingga Fraksi kami tidak ikut bertanggung jawab mengambil keputusan, kami walk out”

“Sebaiknya ini ditunda karena banyak protes, sebaiknya dua daerah yang protes yaitu Bali dan Manado dipanggil dulu. PDS menyatakan menolak rancangan Undan Undang ini jika disahkan hari ini. Kami menyatakan Walk Out”

Meski diwarnai aksi meninggalkan ruang sidang, paripurna tetap mengesahkan RUU kontorversial ini sebagai Undang-undang. Ketua Pansus RUU Pornografi Balkan Kaplele, beralasan RUU ini, sudah mengakomodir seluruh keberatan dari sejumlah elemen terhadap sejumlah pasal. Ia meyakinkan pentingnya RUU ini:

“Keberadaan RUU ini sangat penting, untuk mewujudkan kepastian hukum serta memberikan perlindungan bagi warga negara dari pornografi terutama bagi anak- anak serta perempuan. RUU ini juga akan menjadi acuan bagi penegak hukum dalam mengantisipasi komersialisasi seks yang terus berkembang hingga saat ini”

Kelompok Masyarakat Sipil Tolak Pengesahan RUU Pornografi memandang sebaliknya. Valentine Sagala dari Institute perempuan:

“UU ini tidak menjawab persoalan, bahwa butuh tidak pengaturan terutama soal traffiking, pornografi anak saya katakan jelas butuh. Tapi UU ini tidak menjawab persolan. Terbukti kan Pornografi anak itu sub content, itu bukan content utama seperti yang selama ini selalu dikatakan teman teman DPR, bahwa itu untuk melindungi anak. Jadi tidak ada satupun pasal dalam ketentuan umum yang mengatakan pornografi anak. Kalau alasan filosofinya untuk melindungi perempuan dan anak itu Itu tidak terlihat dengan UU ini. Jadi jelas memperlihatkan kalau itu dikatakan untuk kepentingan politik ya menurut saya akan lebih cenderung kesitu”

RUU ini telah menuai protes sejak mulai diajukan beberapa tahun lalu, dengan nama RUU anti Pornografi dan Pornoaksi. Ini karena materinya dianggap mengarah kepada penerapan syariah islam secara terselubung, karena melampaui wilayah pornografi. Seperti larangan berciuman di tempat umum.

Kontroversi atas RUU ini sempat mereda setelah RUU ini dikabarkan dicabut pada 2006 lalu. Belakangan pembahasan kembali gencar dilakukan menjelang Bulan Ramadhan lalu. Pansus RUU Porno meyakinkan, RUU ini layak disahkan setelah dilakukan sejumlah perubahan materi.

Namun Kelompok Masyarakat Sipil Tolak Pengesahan RUU Pornografi menilai tidak ada perubahan penting dalam draft terbaru yang kini menjadi undang-undang ini. Kembali Valentina Sagala.

“Dari Subatnsi yang ada, kami melihat bahwa semanagat Pornoaksi masih terlihat dalam UU ini. Baik di pasal 1 tentang ketentuan umum, yang masih menyebutkan gerak tubuh, pertunjukan dimuka kemudian di pasal 10, itu jelas jelas Pornoaksi, setiap orang dilarang mempertontonkan diri, dimuka umum yang bermuatan pornografi. Jadi semnagat yang muncul tetap tidak berubah. Ingin membatasi ruang gerak tubuh privasi baik perempuan maupun anak”

Lebih jauh Sagala menyatakan, pihaknya akan segera mengajukan peninjauan kembali atas undang-undang ini Ke Mahkamah Konstitusi. Langkah serupa juga akan dilakukan Fraksi PDI P dan Komponen Masyarakat Bali yang sejak semula menolak RUU ini.